Indonesia menandatangani Konvensi Hak Anak pada 26 Januari 1990 dan meratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 pada tanggal 25 September 1990. Selanjutnya Indonesia menyatakan menarik pernyataan atas ketentuan-ketentuan Pasal 1, 14, 16, 17, 21, 22, dan 29 dari Konvensi 1989 pada tanggal 11 Januari 2005.
Langkah yang dilakukan Indonesia dalam melaksanakan Konvensi 1989 adalah melakukan Amandemen kedua Undang Undang Dasar Tahun 1945 dengan memasukkan Pasal 28B Ayat (2) pada 18 Agustus 2000, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Langkah selanjutnya untuk melaksanakan Konvensi 1989 dan Undang Undang Dasar 1945, Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan; Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi/Korban; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan; Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial; Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Indonesia menandatangani Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata pada tanggal 24 September 2001 dan meratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2012 pada tanggal 23 Juli 2012. Dan Indonesia menandatangani Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak pada tanggal 24 September 2001 dan meratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012 pada tanggal 23 Juli 2012.
Konvensi Hak Anak telah diperkenalkan ke seluruh tingkatan pemerintahan dan masyarakat, melalui kegiatan di tingkat Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam bentuk sosialisasi, advokasi, KIE, lokakarya dan pelatihan yang dilakukan secara terus-menerus.
Langkah yang terpenting telah dilakukan Indonesia dalam mempercepat pelaksanaan Konvensi Hak Anak dengan membentuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang melakukan penyusunan kebijakan, pemantauan, evaluasi, dan koordinasi di bidang urusan wajib perlindungan anak di tingkat nasional. Sedangkan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota di tingkat daerah. Selain itu dibentuk unit kerja yang menangani urusan teknis terkait dengan hidup, tumbuh, kembang, dan perlindungan anak di setiap Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Sedangkan untuk melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, Indonesia telah membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai Lembaga Independen. Tugas lain KPAI adalah memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Dan yang menjadi menarik di Indonesia, selain telah dibentuk KPAI, juga membentuk Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Lembaga Perlindungan Anak di 23 provinsi di seluruh Indonesia sejak tahun 1997 yang ditetapkan melalui Kepmensos No. 81/Huk/1997 tentang Pembentukan LPA. Lembaga ini dimaksudkan memberi ruang kepada masyarakat dalam rangka memberikan perlindungan, memantau pemajuan dan pemenuhan hak-hak anak.
Pembagian Peran antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Indonesia menjadikan perlindungan anak menjadi urusan wajib di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota.
Langkah utama dalam Pengembangan Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak untuk menyusun Rencana Aksi Daerah Kabupaten/Kota Layak Anak yang memuat 31 indikator yang merujuk pada 5 klaster Konvensi Hak Anak untuk mendorong setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah menjadikan kepentingan terbaik anak menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan, program, dan anggaran pemerintah kabupaten/kota.
Untuk mewujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak, Pemerintah menargetkan 100 kabupaten/kota menuju Kabupaten/Kota Layak Anak pada tahun 2014. Langkah untuk mencapainya, saat ini menurut Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sudah ada 76 kabupaten/kota menuju Kabupaten/Kota Layak Anak.
Situasi Terkini
Untuk menghimpun semua data tentang 5 klaster Konvensi Hak-Hak Anak, Indonesia telah menerbitkan Profil Anak Indonesia yang bersumber dari Susenas 2010, Badan Pusat Statistik. Profil ini harapannya menjadi acuan bagi kementerian dan lembaga dalam mengembangkan kebijakan, program, dan kegiatan di bidang anak.
Jumlah penduduk Indonesia 237,641 juta jiwa, dari jumlah tersebut sekitar 34,26 persen adalah anak berusia 0-17 tahun (81,4 juta jiwa (L: 41,833 juta; P: 39,569 juta) (Sensus 2010, BPS).
Anak Indonesia yang memiliki akta kelahiran sekitar 54,79 persen, dari jumlah tersebut 14,57 persen tidak dapat menunjukkan akta kelahiran, sedangkan jumlah anak yang tidak memiliki akta kelahiran 44,09 persen (Susenas 2010, BPS).
Secara nasional sebesar 1,59 persen anak perempuan berumur 10-17 tahun berstatus kawin dan pernah kawin (Perdesaan 2,17%; Perkotaan 0,98%), dari jumlah tersebut kawin pertama usia <15 tahun 35,78%, kawin pertama usia 16 tahun 37,03%, dan kawin pertama usia 17-18 tahun sebesar 27,19 % (Susenas 2010, BPS).
Angka Kematian Bayi tahun 2007 adalah 34 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Anak tahun 2007 adalah 10 kematian anak per 1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Balita tahun 2007 adalah 44 kematian per 1.000 kelahiran hidup (Susenas 2010, BPS).
Persentase anak usia 0-6 tahun yang mengikuti PAUD 2010, 13,84 persen (L:13,47%; P: 14,23%).
Putus sekolah anak berumur 7-17 tahun 2,91 persen (L: 3,47%; P: 2,30%) artinya setiap 1000 orang penduduk berusia 7-17 tahun ada 29 anak yang putus sekolah dengan rincian pada kelompok umur 7-12 tahun 0,60 persen (L: 0,75%; P: 0,45%), 13-15 tahun 2,48 persen (L: 2,92%; P: 2,03%), dan kelompok umur 16-17 tahun 3,92 persen (L: 3,80%; P: 4,04%).