Jakarta, ykai.net – Pekerjaan Rumah Tangga (PRT) dianggap sebagai bentuk pekerjaan yang tidak berharga, tidak diatur dalam perundangan, serta dengan jam kerja yang panjang, bergaji rendah dan tidak terlindungi. Sejumlah pelanggaran dan penganiayaan, khususnya pada pekerja rumah tangga domestik maupun migran. Di banyak negara, banyak pekerja rumah tangga dilakukan oleh pekerja anak. Hal ini disampaikan oleh Alan Boulton, Direktur ILO, dihadapan peserta Konsultasi Nasional Penetapan Standar Internasional untuk Pekerja Rumah Tangga Indonesia, di Hotel Borobudur (29/7).
PRT mewakili kelompok pekerja perempuan terbesar yang bekerja di dalam rumah tangga baik di negara mereka sendiri maupun di luar negeri. Meski PRT memiliki peran penting, PRT masih belum diakui sebagai sebuah pekerjaan. Karena dilakukan di dalam rumah tangga, yang tidak dianggap sebagai tempat kerja di banyak negara, hubungan kerja mereka tidak diakui di dalam peraturan ketenagakerjaan nasinal atau peraturan lainnya. Intinya, PRT tidak mendapat perlindungan kerja seperti pekerja lainnya.
Menurut studi ILO 2004, terdapat 2.593.399 PRT di Indonesia, dengan 1,4 juta diantaranya bekerja di Pulau Jawa. Mayoritas PRT merupakan kaum perempuan dengan tingkat pendidikan yang rendah serta berasal dari keluarga miskin di daerah pedesaan. Dipandang sebagai sektor informal, peraturan ketenagakerjaan nasional saat ini belum mencakup pekerja rumah tangga. Saat ini, hanya beberapa negara di Asia, seperti Filipina dan Hongkong yang telah meluaskan cakupan Standar Ketenagakerjaan Internasional kepada Pekerja Rumah Tangga.
Untuk mempercepat diadaptasinya Standar Internasional untuk Pekerja Rumah Tangga, melalui Konsultasi Nasional ini terselenggara untuk menindaklanjuti penerbitam Laporan ILO tentang Peraturan Praktik “Pekerja yang Layak untuk Pekerja Rumah Tangga” Decent Work for Domestic Work. Laporan ini memfasilitasi diskusi tentang PRT pada sesi ke-99 Konferensi Ketenagakerjaan Internasional (ILC) pada 2010. Laporan menelaah cakupan PRT di dalam Standar Ketenagakerjaan Internasional yang ada dan menkaji jangkauan serta bentuk peraturan nasional terkait dengan kondisi kerja rumah tangga, termasuk penetarapan kontrak kerja, gaji, jam kerja, dan hubungan kerja bagi PRT yang tinggal di dalam rumah.
Konsultasi Nasional yang berlangsung satu hari ini menghadirkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Pemberdayaan Perempuan, Sofjan Wanandi (APINDO), Rekson Silaban (KSBSI) sebagai narasumber. Kegiatan yang didukung Pemerintah Norwegia dihadiri oleh wakil pemerintah, asosiasi ketenagakerjaan, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi PRT.“
ILO telah lama menyoroti perlunya perhatian khusus kepada para pekerja rumah tangga. ILC telah secara rutin menyerukan penetapan Standar untuk Pekerja Rumah Tangga sejak 1936. Kini saatnya bagi kita semua mengakui PRT sebagai pekerjaan. Karenanya, Konsultasi ini memainkan peran penting untuk untuk meningkatkan kapasitas konstituen tripartit untuk secara aktif terlibat tidak hanya pada proses penetapan Standar Internasional tetapi juga prakarsa nasional untuk memperkuat hak-hak ketenagakerjaan dan perangkat perlindungan untuk PRT,” tegas Alan.“
Melalui Konsultasi ini, diharapkan menjadi sarana dialog untuk menyusun rekomendasi kunci bagi proses penetapan standar dan mempromosikan kerjasama dan koordinasi yang lebih baik di antara para pihak,” tambag Alan.
Catatan:
Kontrak Kerja:
-> banyak pekerja rumah tangga tidak memiliki kontrak kerja tertulis, khususnya di negara kontrak kerja tidak diwajibkan oleh hukum.
-> bagi yang memiliki kontrak tertulis, banyak dari kontrak itu tidak ditepati para majikan dan badan penyalur serta tidak didukung oleh sistem pemerintahan atau peradilan
-> kontrak bersifat lisan (Boliviam Kosta Rika, Guatemala, Paraguay, Vietnam) atau tertulis (Brazil, Nikaragua, Spanyol)à sejumalh negara mulai memberikan model kontrak tidak mengikat untuk digunakan pekerja rumah tangga dan majikan (Peru, Kanton Jenewa)
Kondisi Gaji:
-> pekerja rumah tangga tidak dihargai
-> pekerja rumah tangga tidak tercakup dalam upah minimum
-> pekerja rumah tangga memiliki posisi tawar yang terbatas
-> upah rendah atau penangguhan pembayaran upah sangat umum terjadi
Kondisi Jam Kerja:
-> perbedaan signifikan antara standar jam kerja PRT dengan pekerja lainnya.
-> sekitar 50% negara tidak membatasi jam kerja PRT normal bagi PRT
-> 50% negara mengizinkan PRT bekerja dengan jam kerja yang panjang ketimbang para pekerja lainnya.