Asdep Urusan Hak Sipil dan Partisipasi Anak menyampaikan laporan mengikuti Sidang Dewan HAM PBB tanggal 10 s.d.14 Maret 2008, di Genewa, dengan susunan DELRI dari Menko Polkam , Deplu , dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan, LSM Pejuang Permpuan Aceh dan Kepolisian RI.
Melalui Resolusi 60/251 tanggal 15 Maret 2006, Sidang Majelis Umum PBB ke 60 telah membentuk Dewan HAM, yang beranggotakan 47 Negara. Resolusi memandatkan Dewan untuk melaksanakan Universal Periode Review/UPR (Pengkajian berkala tentang situasi HAM di Negara-negara anggota PBB) Proses pengkajian tersebut berlaku bagi semua Negara anggota PBB tanpa perkecualian mengenai pemenuhan kewajiban dan komitmen HAM masing-masing Negara yang didasari atas informasi yang objektif dan dapat dipercaya. Tinjau ulang tersebut merupakan mekanisme kerjasama, yang didasarkan dialog interaktif, dengan partisipasi penuh negara bersangkutan dan fokus pada keperluan untuk peningkatan kapasitas.
Dalam rangka penyusunan laporan nasional RI (versi pemerintah) maka Deplu c.q. Direktorat. HAM dan Kemanusiaan memanfaatkan rancangan Laporan Awal Indonesia mengenai implementasi Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional Hak Ekonom, Sosial dan Budaya, sebagai bahan utama laporan Indonesia di bawah mekanisme UPR, dalam hal ini laporan kemajuan, serta kebijakan dan program yang telah dicapai oleh KPP tentang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. telah masuk pada sebagian besar laporan tersebut.
Persiapan penyusunan laporan tersebut telah diselenggarakan dengan serangkaian kegiatan pertemuan koordinasi dan konsultasi yang melibatkan para pemangku kepentingan terkait, juga dilakukan proses konsultasi meluas , tidak hanya dikalangan pemerintah namun juga di kalangan DPR, akademisi, media, LSM dan masyarakat.madani pemerhati masalah HAM di Indonesia. Disamping itu , berbagai rekomendasi dari Badan Pemantau Konvensi PBB (treaty bodies) dan hasil kunjungan berbagai special raporturs ke Indonesia juga dipakai sebagai rujukan.
Sidang dimulai sejak tanggal 3 s.d. 28 Maret 2008 , diawali dengan high level session tanggal 3 s.d. 5 Maret 2008 yang dihadiri oleh berbagai pemimpin Negara, dari Indonesia diwakili oleh Mentri Luar Negeri., Bapak Hasan Wirayudha.
Pada tanggal 10 Maret 2008 Sidang sesi ke 7 Dewan HAM (DHAM) telah membahas laporan Mr.Manfred Nowak, Special Rapporter on Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment, yang telah melakukan kunjungan kerja ke negara-negara termasuk Indonesia, pada tanggal 10 – 23 November 2007. Pada tanggal 10 Maret 2008 tersebut bersamaan dengan penyampaian laporan dari Mr Santiago Courcuera Cabezut, chairperson adalah Raporteur on the Working Group on Enforced or Involuntary Dissappearances dan Mr. Juan Miguel Petit, Special Raporteurs on the Sale Children, Child Prostitution and Child Pornografy. Pembahasan ini termasuk dalam agenda mata acara 3 (promotion and protection of all human rights, civil, political, economic, social, and culturals rights, including the right to development)
Dalam laporan kunjungannya tersebut yang bersangkutan mempresentasikan laporannya (terlampir) a.l. mencatat komitmen Pemerintah Indonesia dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM serta menyadari tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan luasnya wilayah , perbedaan tingkat ekonomi, serta keragaman budaya dan agama..
Pada kesempatan tersebut Indonesia sebagai salah satu concerned countries menanggapi Statement dari Special Raporteurs Mr Nofak yang dibacakan oleh Dirjend Hukum dan HAM, Prof. Harkristuti Harkrisnowo. DELRI pada intinya a.l.:
Menyampaikan komitmen Indonesia untuk bekerjasama dengan didasari kepercayaan penuh , yang harus diikuti oleh negara-negara anggota maupun special raporteurs.
Melayangkan tidak terpenuhinya mandat pelapor khusus untuk mempelajari berbagai dokumen dan laporan penting terkait serta mengadakan dialog yang benar-benar jujur dan terbuka (genuine dialogue) dengan Pemerintah RI selama kunjungan.
Mempertanyakan bagaimana pelapor khusus dapat menarik kesimpulan mengenai kekerasan terhadap perempuan tanpa bertemu dan berdialog dengan pejabat terkait dari Kementrian Negara Pemperdayaan Perempuan.
Menyayangkan kondisi ini mengingat Indonesia tengah mempersiapkan secara intensif ratifikasi Optional Protocol on CAT yang dimandatkan dalam RAN HAM 2004 – 2009.
Menegaskan komitmen Indonesia sebagai anggota Dewan HAM maupun negara pihak CAT untuk menangani dan memerangi masalah penyiksaan dan perlakuan buruk.