BUPATI DOMPU MENERBITKAN PERBUP PUP

1230

Dompu~NTB Kla.id, Pemerintah Kabupaten Dompu melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Dompu menyatakan mendukung pelaksanaan Program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP).
PUP merupakan program yang lahir karena banyaknya masalah pendidikan dan kesehatan yang disebabkan oleh perkawinan usia dini. Adapun Program PUP dilaksanakan agar perempuan Indonesia bisa mendapatkan hak mencapai usia matang sebelum menikah.

Karena itulah Bupati Dompu H. BAMBANG M. YASIN menerbitkan Peraturan Bupati Dompu Nomor 43 Tahun 2018 tentang Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak di Kabupaten Dompu.
Peraturan Bupati ini diterbitkan untuk mendorong seluruh Organisasi Perangkat Daerah serta Camat dan Kepala Desa/Lurah se~Kabupaten Dompu untuk melaksanakan Program PUP sesuai tugas dan tanggung jawab masing~masing.

Upaya dan terobosan terus dilakukan diantaranya lewat dialog dengan warga serta sosialisasi di sekolah yang digelar melalui kerjasama dengan Forum Anak, Forum Remaja serta dukungan dari berbagai pihak.

Perbup Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak

Perkawinan pada usia anak akan berakibat pada kesehatan ibu dan anak, psikologis anak, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, kemiskinan dan rendahnya kualitas sumber daya manusia, karena itu perlu upaya-upaya percegahan terjadinya perkawinan pada usia anak dalam rangka perlindungan anak.

Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak berazas ; (1) non dikskriminasi; (2) kepentingan terbaik bagi anak; (3) hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak; (4) partisipasi; dan (5) pemberdayaan.

Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak bertujuan untuk ; (a) mewujudkan perlindungan anak dan menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan; (b) mewujudkan anak yang berkualitas, berakhal mulia dan sejahtera; (c) mencegah terjadinya tindakan kekerasan terhadap anak; (d) mencegah terjadinya tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT); (e) meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak; (f) mencegah putus sekolah; dan (g) menurunkan angka kemiskinan.

Upaya pendampingan dan pemberdayaan bagi anak yang melakukan Perkawinan pada Usia Anak dan bagi orang tua, keluarga serta masyarakat dilakukan dengan cara antara lain ;
a. orang tua yang akan memohonkan dispensasi kawin bagi anaknya, dapat meminta pendapat dari psikolog anak atau konselor demi kepentingan terbaik bagi anak;
b. layanan psikolog anak atau konselor dapat diberikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat atau melalui FPK2PA dan P2TP2A;
c. orang tua yang akan memohonkan dispensasi kawin bagi anaknya, berkewajiban melakukan pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit atau Puskesmas;
d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu melalui UPT Puskesmas dan Direktur RSUD Kabupaten Dompu dapat mengupayakan pemeriksaan kesehatan bagi anak yang akan melakukan Perkawinan pada Usia Anak;
e. FPK2PA dan P2TP2A dapat melakukan upaya pendampingan dan pemberdayaan bagi anak melalui kerjasama dengan instansi/lembaga terkait sebelum permohonan dispensasi kawin dilakukan;
f. FPK2PA da P2TP2A Kabupaten dapat menyediakan layanan psikolog anak atau konselor; dan
g. Pemerintah Daerah wajib memenuhi hak pendidikan dasar 12 tahun.

Perkawinan Dini merupakan perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang berusia dibawah usia yang diperbolehkan untuk menikah dalam Undang~Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, yaitu minimal 16 Tahun untuk Perempuan dan 19 Tahun untuk Laki~Laki. (Perkawinan Dini menurut Negara)

Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar~benar siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental.

Dampak Perkawinan Dini :
1) Dampak Hukum
Adanya pelanggaran terhadap Undang~Undang Negara, yaitu (a) Undang~Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (2); dan (b) Undang~Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 26 ayat (1).
Amanat Undang~Undang tersebut diatas bertujuan untuk melindungi anak, agar anak tetap memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.

2) Dampak Bilogis
Anak secara biologis alat~alat reproduksinya masih dalam proses menuu kematangan, sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan.
Pernikahan pada anak perempuan berusia 9~12 tahun sangat tak lazim dan tidak pada tempatnya.
Kematangan fisik seorang anak tidak sama dengan kematangan psikologisnya, sehingga meskipun anak tersebut memiliki badan bongsor dan sudah menstruasi, secara mental ia belum siap untuk berhubungan suami istri.

3) Dampak Psikologis
Secara psikis anak juga belum siap untuk mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan.
Menurut Psikolog “sebenarnya banyak efek negatif dari pernikahan dini. Pada saat itu pengantinnya belum siap untuk menghadapi tanggung jawab yang harus diembannya seperti orang dewasa. Padahal kalau menikah itu kedua belah pihak harus harus sudah cukup dewasa dan siap untuk menghadapi permasalahan~permasalahan baik ekonomi, pasangan maupun anak. Sementara itu, mereka yang menikah dini umumnya belum cukup mampu menyelesaikan permasalahan secara matang”.
Kondisi kematangan psikologis ibu menjadi hal utama karena sangat berpengaruh terhadap pola asuh anak dikemudian hari.
Ditinjau dari segi sosial, pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. 44% anak perempuan yang menikah dini mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan tingkat frekuensi tinggi.

4) Dampak Pendidikan
Pernikahan dini mengakibatkan anak tidak mampu mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Hanya 5,6% anak yang menikah dini yang masih melanjutkan sekolah. Pendidikan yang minim mengakibatkan sulitnya memperoleh penghasilan yang layak.
keluarga menjadi beban perekonomian yang cukup berat. Memicu perceraian karena tidak terpenuhinya kebutuhan primer dalam keluarga.

5) Dampak Administrasi Kependudukan
Tidak memiliki Akta Kelahiran. Tidak memiliki Kartu Keluarga, sehingga kesulitan untuk mengakses Akta Kelahiran, BPJS, KIS dan lain~lain.
Apabila bercerai sulit untuk mengurus harta gono gini.

Peran keluarga dalam Pernikahan Usia Ideal. beragam akibat yang disebabkan karena adanya Pernikahan Usia Dini tidak bisa disepelekan begitu saja. Karena itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengupayakan peningkatan umur pernikahan remaja tersebut melalui “Progran GENRE (Generasi Berencana).
GENRE (Generasi Berencana) adalah suatu program dibawah naungan BKKBN yang dikembangkan dalam rangka penyiapan dan perencanaan kehidupan berkeluarga bagi remaja.

Kesehatan Reproduksi Remaja merupakan suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan sistem reproduksi.
Kesehatan Reproduksi Remaja bisa diartikan sebagai suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja.
Pengertian Sehat disini tidak semata~mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan, namun juga sehat secara mental serta sosial kultural.

Kekerasan seksual pada remaja adalah setiap perbuatan yang berdasarkan perbedaan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang~wenang, baik  yang terjadi di ruang publik maupun di dalam kehidupan pribadi.

Perkawinan pada usia anak akan berakibat pada kesehatan ibu dan anak, psikologis anak, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, kemiskinan dan rendahnya kualitas sumber daya manusia, karena itu perlu upaya-upaya percegahan terjadinya perkawinan pada usia anak dalam rangka perlindungan anak.   [Yd/DP3A Dpu]