
Maros (kla.id)
Kekerasan dalam rumah tangga ibarat fenomena gunung es, kasus KDRT yang diketahui dan dilaporkan hanya terlihat sedikit atau pada puncaknya saja. Masyarakat sudah mulai berani melapor ke layanan yang disiapkan oleh pemerintah, namun ada banyak yang tak tampak dan tak terlapor, ada indikasi bahwa sebenarnya jumlah yang melapor jauh berbeda dengan kenyataannya. Masih banyak yang menganggap melaporkan KDRT sama saja membuka aib atau dianggap persoalan domestik.
Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2016 menunjukkan bahwa 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual (BPS, 2017).
Sementara kasus kekerasan yang dilaporkan di Kabupaten Maros Tahun 2017 sebanyak 86 kasus, Tahun 2018 sebanyak 47 kasus, Tahun 2019 sebanyak 58 kasus dan sampai dengan bulan Juni 2020 sebanyak 21 kasus yang didominasi kasus KDRT.
KDRT juga akan berpotensi berakhir dengan perceraian yang bukan hanya berdampak kepada kehidupan perempuan sebagai pihak rentan tapi akan berdampak kepada anak sebagai korban perceraian.
Berdasarkan data dan informasi di Pengadilan Agama Kabupaten Maros bahwa kasus cerai tahun 2017 sebanyak 529, Tahun 2018 sebanyak 596 perceraian, Tahun 2019 sebanyak 656 perceraian, dan sampai bulan Juni 2020 sebanyak 223 kasus cerai yang didominasi oleh pasangan yang berusia antara 25 sampai 40 tahun dengan penyebab perselisihan antara suami istri, hadirnya pihak ketiga, faktor ekonomi dan KDRT (http://sipp.pa-maros.go.id/).
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Maros telah berupaya untuk hadir di tengah-tengah masyarakat Kabupaten Maros guna memastikan agar kehidupan perempuan dan anak terlindungi dan terpenuhi hak-haknya termasuk dilindungi dari KDRT, lewat bentukan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) untuk layanan pengaduan dan pendampingan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak dan PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga) yang berfungsi sebagai One Stop Service / Layanan Satu Pintu keluarga holistik integratif berbasis hak anak dengan layanan konseling / konsultasi dan informasi.
P2TP2A dan PUSPAGA merupakan layanan yang diharapkan menjadi ujung tombak untuk memberikan layanan terhadap perempuan dan anak namun kenyataannya belum bisa maksimal dalam penerapan karena ruang jangkauan wilayah yang luas dalam kabupaten dan ketersediaan anggaran yang terbatas, sehingga perlu adanya sebuah inovasi untuk mendukung layanan yang cepat dan menjangkau seluruh wilayah di Kabupaten Maros.
Posyandu sebagai lembaga yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan utamanya untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi, dan anak balita yang rutin dilaksanakan di seluruh Desa/Kelurahan yang kemungkinan diantara ibu dan anak yang ke Posyandu merupakan korban KDRT yang akan mendapatkan informasi dan melaporkan ke kader Posyandu yang terlatih.
Untuk meningkatkan kemampuan kader posyandu dalam memberikan informasi dan menerima pengaduan yang selanjutnya merujuk ke P2TP2A atau PUSPAGA, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melaksanakan pelatihan bagi kader Posyandu, Selasa (2/6/2020) di Ruang Pertemuan Kantor DP3A.

Pelatihan diikuti oleh 10 kader posyandu dari 5 desa/kelurahan yang menjadi Posyandu Piloting untuk melaksanakan layanan pengaduan KDRT yaitu Posyandu Dusun Balangkasa Desa Majannang Kecamatan Maros Baru, Posyandu Dusun Pattene Desa Temmapadduae Kecamatan Marusu, Posyandu Dusun Bontoramba Desa Bonto Matene Kecamatan Mandai, Posyandu Dusun Samariga Desa Baruga Kecamatan Bantimurung dan Posyandu Lingkungan Tumalia Kelurahan Adatongeng Kecamatan Turikale.
Pelaksanaan pelatihan diisi dengan materi Pengenalan Posyandu Plus oleh Idrus (Kadis PPPA), materi Penanganan KDRT di P2TP2A oleh Muhammad Gazali (Kepala Bidang Perlindungan Perempuan), materi Pengenalan PUSPAGA oleh Rachmawaty (Kabid Pengarusutamaan Gender), materi Dampak Psikologis KDRT oleh Hasniati (Konselor PUSPAGA) yang dilanjutkan dengan simulasi pengisian format register dan surat rujukan kasus.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Maros, Idrus menjelaskan bahwa integrasi layanan Posyandu dengan P2TP2A dan PUSPAGA di DP3A merupakan Proyek Perubahan dalam Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II yang dilaksanakan di Pusat Pelatihan Pengembangan dan KMP LAN RI Makassar dengan inovasi “Posyandu Plus” dengan 5 Posyandu Piloting untuk pelaksanaan pelayanan KDRT yang dilaksanakan oleh kader terlatih dan akan dikembangkan keseluruh Posyandu yang berada di 103 Desa/Kelurahan sebanyak 405 Posyandu yang akan menjadi salah satu program dan kegiatan prioritas dalam dokumen perencanaan DP3A Maros.
“Posyandu Plus selain menjalankan fungsi utama Posyandu sebagai pusat informasi Kesehatan ibu dan anak, juga menjadi pos pengaduan dan informasi KDRT bagi masyarakat khususnya perempuan dan anak yang berkunjung ke Posyandu yang dilayani oleh kader posyandu terlatih”, tutup Idrus.