PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM MEWUJUDKAN DOMPU KABUPATEN LAYAK ANAK

1413

Dompu~NTB Kla.id, Pemberdayaan Perempuan adalah sebuah usaha untuk dapat mendistribusikan kemampuan perempuan agar dapat berguna bagi diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Pembedayaan Perempuan dan Pemenuhan Hak Anak Dinas PPPA Kabupaten Dompu, Hj. Kalsom, S.Sos di sela Kegiatan Sosialisasi Pemberdayaan bagi Perempuan Ex TKW, di Aula Bappeda dan Litbang Kabupaten Dompu Sabtu (21/09~2019).

Pengertian lainnya dari Pemberdayaan Perempuan adalah upaya pemampuan perempuan untuk memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial, budaya agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (2000) mengemukakan bahwa Pemberdayaan Perempuan adalah usaha sistematis dan terencana untuk mencapai kesertaan dan keadilan gender dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

Tujuan diselenggarakannya Pemberdayaan Perempuan adalah ;
a. Untuk meningkatkan kedudukan dan peran perempuan diberbagai bidang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
b. Meningkatkan peran wanita sebagai  pengambil keputusan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
c. Meningkatkan kualitas peran kemandirian organisasi perempuan
d. Untuk mengembangkan usaha pemberdayaan perempuan, kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta perlindungan anak.

Kekerasan terhadap Perempuan merupakan setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan~penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang~wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi

Menurut Umi Som langkah~langkah Pemberdayaan Perempuan Korban Kekerasan sebagai berikut ;
1) Pendampingan hukum, yakni pendampingan untuk memberikan bantuan kepada perempuan dan anak korban kekerasan untuk mendapatkan hak-haknya di dalam hukum Negara
2) Pendampingan psikologi, yakni melalui konseling yang membantu survivor  untuk sanggup melewati masa kritis dan mampu mengambil keputusan-keputusan yang tepat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan mereka sendiri.
3) Pendampingan sosial, yakni pendampingan dengan terus membangkitkan jiwa survivor agar dapat bangkit dari keterpurukannya, memberikan semangat agar survivor dapat kembali bermasyarakat.
4) Pendampingan keagamaan, yakni pendampingan yang diberikan agar para perempuan mengetahui hak-hak perempuan dari keyakinan agama yang dianut masing-masing survivor.
5) Pemulihan trauma melalui seni, yakni Sahabat Perempuan memanfaatkan seni untuk terapi penyembuhan trauma (trauma healing)bagi survivor yang membtuhkan.
6) Perpustakaan, yakni untuk menambah pengetahuan survivor maupun masyarakat sekitar.
7) Penguatan ekonomi, yakni dengan pelatihan-pelatihan seperti pelatihan membuat handycraf dan pelatihan kewirausahaan dengan memberikan pinjaman uang tanpa bungan dan tanpa jaminan.

Umi Som melanjutkan Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga telah mendapatkan Perlindungan Hukum dalam Undang~Undang Nomor 23 Tahun 2004, meliputi ;
(1) Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk  kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945.
(2) Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus.
(3) Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
(4) Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan unsur yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi: “Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau anak diancam hukuman pidana”

Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri.
Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan ; Kekerasan seksual; Kekerasan fisik; Kekerasan psikologis dan emosional; Kekerasan terhadap perempuan karena kekuasaan sosial laki-laki; dan Kekerasan ekonomi .   [Yd/DP3A Dpu]