Sarana Hukum Anak Masih Kurang

1075

Senin, 16 Maret 2009 | 23:19 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com – Sarana dan prasana atau perangkat hukum bagi anak di bawah umur yang tersangkut masalah hukum, di Indonesia masih kurang, demikian dikatakan salah seorang guru besar Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, Prof Dr Wagiati Sutedjo, SH MS, di Bandung, Minggu.

Secara proses hukum, perlindungan atau payung hukum untuk anak yang tersandung masalah hukum pidana di Indonesia sudah bagus, seperti adanya kesejahteraan anak di Indonesia yang diatur oleh UU No39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. “Dalam prosesnya sudah bagus, tapi sarana dan prasana hukum bagi anak yang belum ada,” katanya.
Menurut dia, indikasi masih kurangnya sarana dan prasarana atau perangkat hukum bagi anak di bawah umur yakni masih disatukan pengadilan anak dengan orang dewasa.

“Pengadilan anak masih disatukan dengan pengadilan orang dewasa,” katanya seraya menambahkan, saat ini masih banyak hakim atau penengak hukum yang belum paham psiko anak yang terlibat dalam masalah hukum.

Ia menilai, menjebloskan anak di bawah umur ke sel tahanan atau penjara merupakan sebuah langkah yang kurang tepat. Oleh karenanya, Metode Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dinilai sebagai cara yang tepat bagi perlindungan hukum anak di bawah umur yang tersandung kasus hukum pidana di Indonesia.

Dikatakannya, metode keadilan restoratif sudah semestinya dijadikan sebagai metode penyelesaian hukum bagi para pelaku tindak pidana, yang masih terbilang anak-anak.

Fokus utama pendekatan keadilan restoratif adalah memperbaiki kerusakan-kerusakan sosial yang disebabkan oleh pelaku, pengembangan pemulihan bagi masyarakat dan korban serta mengembalikan pelaku pada masyarakat.

Untuk dapat mencapai keadilan restoratif yang sesungguhnya, diperlukan peran aktif dari masyarakat, korban dan pelaku, katanya.